Karena Aku Wanita - Kisah nyata ini menjadi bukti kalau kebahagiaan hakiki memang tidak bisa dinilai dari kecukupan materi semata. Meski harta berlimpah, tapi mereka tidak tenang karena merasa kurang maksimal menunaikan ajaran Tuhannya.
Dikutip dari fanspage ‘Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia’, Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri menceritakan sebuah kasus, dimana ada salah seorang temannya, Mifta yang bekerja sebagai akuntan di perusahaan jepang di Jakarta.
Setiap bulan dapat gaji Rp 30 juta plus fasilitas mewah berupa rumah dan kendaraan. Kehidupannya berkecukupan dan semuaanya ada.
Namun satu yang bikin resah dirinya, yakni tidak bisa salatberjamaah tepat waktu.
Sebab, Mifta harus mengejar laporan kerja yang mengaruskan lembur, meeting dan kesibukan lainnya.
Hingga akhirnya, sang teman meninggalkan pekerjaannya itu dan beralih profesi menjadi sales.
“Tiga bulan, dia tinggalkan perkerjaan itu. Jadi sales, pakai motor. Dari warna kulitnya yang putih bersih, terkena asap debu dan matahari mulai berubah jadi coklat,” ucapnya.
Dikatakan, tiga bulan jadi sales hasilnya tidak laku satu pun yang menerima jasanya. Hingga, suatu momen saat Mifta kehujanan dan memilih berteduh di satu masjid. Sambil menunggu hujan reda, terlintas di pikirannya sampai kapan menjalani kehidupan seperti ini.
Didetik-detik itu dia merasa sedih, karena dahulu dia tidak pernah kehujanan. Mau hujan atapun tidak, Mifta bisa sampai rumah dengan tubuh tetap bersih karena mengendarai mobil. Tidak ada setetes air hujan pun yang mengenai tubuhnya.
“Tapi sekarang untuk sampai rumah dia harus berteduh dulu, karena harus pakai motor,” jelas Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri.
Disaat Mifta sedang memikirkan nasibnya, Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, melanjutkan sang teman disampari oleh orang setengah baya.
Pria ini duduk dan mengajak ngobrol, “Mas kerja apa?”. Dijawab Mifta, “Sales kerja program komputer. Dulu kerja di perusahaan tapi sudah berhenti,”
Ditanya lagi, “Dulu kerja dibagian apa?” Mifta pun menjawab “Akunting”.
“Berarti bisa buat laporan pajak.,” tanya si pria. “Memang dulu di situlah (spesialisasi) pekerjaan saya), tapi saya tidak bisa salatjamaah” jawab Mifta.
Kemudian, si pria berkata, “Saat ini saya sedang pusing karena laporan pajak saya, sedang dipermasalahkan, sehingga saya ini terancam denda pajak hingga miliaran rupiah. Bisa tidak membantu saya merapikan laporan pajak saya,”
Permintaan itu diterima Mifta dan dikerjakan dalam waktu seminggu. Hasilnya memuaskan karen tidak lagi dipersoalkan oleh Dirjen Pajak.
Setelah satu minggu, sang Mifta dikasih fee atau imbalan oleh pria asing itu Rp 100 juta hingga dia menangis.
“Subhanallah, gaji tiga bulan Allah kumpulkan di terakhir. Setelah tiga bulan tidak dapat seribu rupiah pun,” ucap Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri di depan jamaahnya.
Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri menuturkan kalau temannya Mifta itu, saat ini sudah punya perusahaan sendiri dibidang akuntan publik dan sudah memperkerjakan 10 karyawan.
“Ini contoh kasus kalau Allah bisa saja mengganti yang lebih baik dari apa yang kita dapat (asalkan bersabar di jalan-Nya). Namun tidak harus juga seperti itu, karena kebaikan itu bisa berupa dalam wujud kebaikan (materi) atau dalam wujud dihindarkan dari mara bahaya,” pesannya.
Sumber: Islamidia.com