Karena Aku Wanita - Suamiku, akhir-akhir ini kau sering menertawakanku gendut, tidak langsing seperti dulu. Kalau foto, isinya pipi semua. Bulat seperti kue apem. Tahukah kau bahwa hal itu sudah cukup menjadikanku galau?Bagi seorang istri yang sudah pernah melahirkan anak, badan melar memang agak sulit dihindari. Apalagi yang melahirkannya berkali-kali. Volume perut pun membesar. Lemak menempati banyak ruang. Penampilan sudah tak menarik. Kalau lari sebentar saja sudah ngos-ngosan.
Bagaimana mau langsing lagi kalau makan tak ada batasan. Belum lama makan sudah lapar lagi, terkhusus bagi ibu menyusui. Semua nutrisi langsung diserap bayi.
Kau pun mulai mengata-ngatai. “Umi sekarang gendut ya?” Seraya tertawa padahal aku lupa bahwa perutnya sendiri sudah maju sekian centi.Wahai para suami, tolong pahamilah istrimu. Aku yang tak selangsing dulu. Lantaran aku telah rela hamil 9 bulan bagaimana perut tidak meregang?
Lalu ketika menyusui bayi aku singkirkan keinginannya untuk diet agar kebutuhan anakmu terpenuhi. Walaupun aku harus makan lagi dan makan terus sebab apa yang aku makan, dimakan pula oleh bayi.
Aku ingin langsing, tapi anak-anakmu kadang tak menghabiskan makanannya sehingga istrimu menghabiskannya agar tak terbuang.
Aku ingin langsing, tapi untuk meluangkan waktu sebentar saja untuk olahraga tak sempat. “Makanya pakai stagen” padahal stagen panjangnya 10 meter melilitkannya di perut cukup memakan waktu.
Ya, istri memang punya banyak alasan untuk tidak langsing. Demi menutupi kemalasannya. Termasuk juga alasan karena memakai KB yang berpengaruh secara hormonal, menjadikan ukuran tubuh melebihi normal. Itu dilakukannya untuk para suami…
Tolong jangan tertawakan istrimu. Bantu aku untuk langsing. Ikutkan ke program senam tapi kau yang menjaga bayinya.
Jangan bakurkan aku menyusui kalau ingin aku diet. Bahkan jangan bermimpi punya anak kalau tak sakup dengan perubahan bentuk badan istrimu.
Bantu aku dengan motivasi bahwa bagaimanapun bentuk badannya kini tak akan mengubah cintamu padanya. Namun semangati pula aku bahwa perut yang buncit bisa menjadi awal mula datangnya penyakit.
Lakukan olahraga bersama-sama agar bisa sehat dan langsing bersama.
Bagaimana mau langsing lagi kalau makan tak ada batasan. Belum lama makan sudah lapar lagi, terkhusus bagi ibu menyusui. Semua nutrisi langsung diserap bayi.
Kau pun mulai mengata-ngatai. “Umi sekarang gendut ya?” Seraya tertawa padahal aku lupa bahwa perutnya sendiri sudah maju sekian centi.Wahai para suami, tolong pahamilah istrimu. Aku yang tak selangsing dulu. Lantaran aku telah rela hamil 9 bulan bagaimana perut tidak meregang?
Lalu ketika menyusui bayi aku singkirkan keinginannya untuk diet agar kebutuhan anakmu terpenuhi. Walaupun aku harus makan lagi dan makan terus sebab apa yang aku makan, dimakan pula oleh bayi.
Aku ingin langsing, tapi anak-anakmu kadang tak menghabiskan makanannya sehingga istrimu menghabiskannya agar tak terbuang.
Aku ingin langsing, tapi untuk meluangkan waktu sebentar saja untuk olahraga tak sempat. “Makanya pakai stagen” padahal stagen panjangnya 10 meter melilitkannya di perut cukup memakan waktu.
Ya, istri memang punya banyak alasan untuk tidak langsing. Demi menutupi kemalasannya. Termasuk juga alasan karena memakai KB yang berpengaruh secara hormonal, menjadikan ukuran tubuh melebihi normal. Itu dilakukannya untuk para suami…
Tolong jangan tertawakan istrimu. Bantu aku untuk langsing. Ikutkan ke program senam tapi kau yang menjaga bayinya.
Jangan bakurkan aku menyusui kalau ingin aku diet. Bahkan jangan bermimpi punya anak kalau tak sakup dengan perubahan bentuk badan istrimu.
Bantu aku dengan motivasi bahwa bagaimanapun bentuk badannya kini tak akan mengubah cintamu padanya. Namun semangati pula aku bahwa perut yang buncit bisa menjadi awal mula datangnya penyakit.
Lakukan olahraga bersama-sama agar bisa sehat dan langsing bersama.
Sumber : akhwatindonesia